Rabu, 09 Februari 2011

Tawaran menikah dengan orang Dayak

Sabtu, 5 February 2011
Senja, matahari sore sudah mulai beringsut menuju peraduannya hanya menyisakan semburat kemerahnnya dilangit bagian barat kota Samarinda.
Aku cuma bengong aja, mau ngapain nggak tahu harus apa. Pulang sore dari tempat kerja di tempat kost nggak ada siapa-siapa, telpon kerumah di Jakarta ngobrol dengan istri dan anak-anak juga sudah, ditambah dengan lampu mati - lengkap sudah.
Samar-samar terdengan adzan Maghrib, dari pada bengong sendirian di tempat kost aku berjalan perlahan menuju arah masjid.
Setelah wudlu dan sholat tahiyatul masjid saatnya menunggu iqomah sholat maghrib, sampai dengan selesai sholat Magrib masih belum ada sesuatu yang cukup menarik.
Semuanya biasa-biasa aja seperti kalau sholat dimasjid kampung yang lain selalu diliatin atau dianggap aneh jika ada warga baru. Hal yang menarik baru terjadi ketika sambil menungu waktu Isya' aku melakukan Dzikir sendirian disalah satu bagian masjid, ternyata jamaah masjid disini memiliki kebiasaan i'tikaf sambil menunggu datangnya waktu Isya' dengan membuat kumpulan antara 3 sampai 5 orang, mereka ngobrol apa saja dengan berbisik-bisik, selintas aku perhatikan di pojok belakang sebelah kiri ada seorang bapak yang juga melakukan Dzikir trus dibelakangku agak kesebelah kanan nempel dinding ada dua orang yang juga melakukan dzikir.
Setelah beberapa lama aku dzikir sendirian, tiba-tiba dikejutkan dengan datangnya salah satu bapak yang tadi ngobrol didepan (sepertinya) karena tiba-tiba aja dia sudah didepanku dan mengajakku untuk bersalaman sambil mengucap salam "Assalamualaikum ya Akhi ..."."Waalaikumsalam..." jawab saya
Dia bertanya "Antum dari mana ?", "Saya dari Jakarta" jawab saya, "Antum tinggal dimana, Pekerjaan Antum apa ? Pengusaha atau pegawai pambang ?" saya dicecar pertanyaan, saya jawab "Saya kost di Jl Gitar, saya karyawan" "Oooochhhh ...." "Sudah lama antum ngikuti Majlis ini ?" tanyanya lagi, "Och saya tidak ikut majlis pak, saya disini sambil nunggu Isya' saya dzikir" jawab saya.
Akhirnya beliau memperkenalkan diri sebagai Ustadz Sutrisno MA, dengan tanpa diminta dia bercerita jika dia menjadi ustadz tanpa sengaja, memang dia dulu pernah di pondok pesantren beberapa tahun namun tidak untuk menjadi Ustadz. Baru belakangan ini ketika secara tidak sengaja beberapa waktu yang lalu ketika ustadz yang seharusnya mengisi ceramah pada saat taraweh tidak hadir, tiba-tiba saja seperti ada yang nyundul dipantatnya ech tidak terasa tau-tau sudah diatas mimbar, mulailah dia ceramah.
Sejak saat itulah dia didaulat sebagai ustadz oleh warga sekitar untuk memberikan ceramah agama, disela-sela asyiknya ngobrol tiba-tiba dia bertanya "Mas sudah punya istri ?" tanyanya, "Sudah pak" jawab saya, "Ada dimana, Jakarta atau Surabaya ?" tanyanya lagi, saya jawab "Ada di Jakarta pak", "Och ya sudah kalo begitu, saya kira belum punya istri.... saya mau nawarin mas untuk nikah sama orang Dayak, cantik mas, putih, pokoknya hemmmm !!" begitu yang disampaikannnya sambil mengangkat Jempol tangan kanannya.
Saat itu saya cuma tersenyum dan menjawab "Iya, ma'af pak saya sudah punya istri dan 3 orang anak", tidak berapa lama Adzan Isya' dikumandangkan, berakhir disitulah perbincangan saya dengan beliau.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar