Sabtu, 19 Februari 2011

Sepuluh menit yang Meyakinkan


Rabu 16 February 2011, saya baru balik kantor dari makan siang di Café Amigos (agak minggir got sedikit) disamping gedung KPK di daerah Kuningan Jakarta.
Ruangan kantor lt 8 juga masih agak sepi , baru sebagian balik dari makan siang seperti aku ketika salah satu temen nyamperin aku trus pamitan, seorang perempuan muda yang baru menikah belum setahun tapi sudah terpisah dari suaminya, “Pak saya mau pamitan, saya mau nyusul suami ke Balikpapan Kalimantan” begitu disampaikannya.
“Trus kamu resign, per kapan ?” tanya saya dengan enteng.
“Akhir bulan ini pak, gimana menurut bapak ?”, jawaban yang disambung dengan pertanyaan.
“Gak ada masalah menurut aku, kamu sudah mengambil keputusan yang cukup tepat” begitu yang saya sampaikan.
“Tapi pak saya jadi agak ragu, karena temen-temen pada nanyain disana mau ngapain nggak ada kesibukan cuma jadi ibu rumah tangga aja ?” sambil menarik kursi duduk di hadapan meja saya.
Loch, sipa bilang kamu nggak ada pekerjaan ? justru pekerjaan paling melelahkan dan nggak ada berhentinya itu ibu rumah tangga, kalo kita karyawan terbatas jam kerjanya dari jam 8 pagi sampai 17 sore, kalo ibu rumah tangga, bisa dari pagi hingga pagi lagi” begitu aku sampaikan.
“Maksudnya pak, dari pagi hingga pagi lagi gimana ?” sedikit nggak ngerti dia bertanya.
“Ketika kamu sudah menjadi ibu rumah tangga kamu akan bekerja mulai pagi bangun tidur dengan menyapu, ngepel lantai mencuci baju suami, memasak buat sarapan, menyiapkan pakaian yang akan dipakai suami, setelah suami pergi kamu akan beberes rumah yang belum sempat kamu pegang sejak pagi, trus belanja buat masak nanti sore atau besok pagi, agak siang sedikit setrika, belum lagi cukup istirahat ternyata sudah sore persiapan suami pulang kantor, agak malem dikit nemenin suami ngobrol dengan tema yang up todate bahkan tentang pekerjaan suami yang mungkin kamu nggak ngerti secara detail”, begitu saya jelaskan

“Iya sich pak kemarin saya juga merasa nggak enak hati sama suami, saya ambil cuti trus nyusul ke Kalimantan ternyata suami saya bisa melakukan semuanya sendiri, nyuci, setrika, nyiapin baju buat kerja, saya jadi merasa sebagai istri kock nggak ngelayani suami yach”, begitu disampaikannya.

“Nach, kalau temen-temen ngomong seperti yang kamu sampaikan tadi karena mereka suaminya bekerja satu kota, punya pembantu dirumah, mereka nggak merasakan seperti yang kamu rasakan, baru menikah bulan madu nggak lama sudah terpisah karena tugas”

“Saat ini, walaupun tidak sedang ada masalah dengan suami tetapi sebenernya kamu sedang punya masalah, komunikasi kamu tidak lancar, masing-masing kebutuhan rohani kalian tidak terpenuhi. Padahal, kebutuhan itu munculnya sewaktu-waktu, giliran pas suami kamu pulang ke Jakarta kamu pas “dapet”, tetapi lucu juga para perempuan nggak suka kalau suaminya melakukan “swalayan” karena sudah ada istri padahal jajan diluar justru lebih berdosa, belum lagi muncul pertanyaan ‘lagi ngapain yach suami saya sekarang, jangan-jangan ……’, ditambah setiap kamu berkegiatan tidak sepengetahuan dan seijin suami padahal apapun kegiatan yang kamu lakukan harus ada ridlo dari suami, agama kita mengajarkan seperti itu, kalo nggak jangankan surga harumnya bau surga aja kamu nggak dapet – Ridlo suami tuch Ridlo Allah”, panjang saya menjelaskannya, “Iya ya pak” jawabnya pendek.

“Ketika kamu sudah menentukan pilihan berkarier sebagai ibu rumah tangga dan menyusul suami, komunikasi kalian akan terjalin, kamu akan semakin mengerti secara detail kekurangan suami sehingga kalian bisa saling melengkapi karena kalo kelebihan dari kalian pasti sudah diketahui sejak jaman pacaran dulu”,
“Kalian bisa belajar kebiasaan masing-masing yang selama ini nggak pernah kalian ketahui yang mungkin bisa menjadi bahan ribut kecil di rumah tangga kalian contohnya aja cara memencet pasta gigi, kamu terbiasa dengan rapi dari bawah ke atas ternyata suami senengnya langsung sekali tekan, pulang kerja sepatu ditaruh dimana kaos kaki ada dimana, baju kotor dilempar dipojokan kamar padahal sudah ada tempat buat naruhnya jadi keliatan berantakan kamu seharian sudah bersih-bersih rumah”
“Kalo memang masih berpikir kerja, kenapa nggak terpikir untuk bekerja hanya dirumah tidak perlu sebagai orang kantoran semisal dengan melakukan penjualan online sesuatu yang unik di daerah tempat kamu tinggal atau bahkan mencari kegiatan dengan menjadi blogger professional, dari buku yang pernah saya baca, blogger profesionalpun duduk didepan kamputer hampir 8 sampai 9 jam setiap hari, dia melakukan posting content blog, menjawab komentar, melakukan editing, mengajukan proses pembayaran atas iklan yang dipasang di blognya, kamu punya account Facebook, Twitter, Friendster kenapa nggak diaktifkan sebagai media promosi gratis”, terang saya panjang dan lebar.

“Iya ya pak”, jawabnya lirih, “Trima kasih pak, sudah membuat saya yakin dengan keputusan yang saya ambil” pelan, tegas, mantap ucapan itu disampaikannya.
“Pak, sudah jam 14.00 saya sholat Dzuhur dulu yach …” pamitnya sambil beringsut mundur dan bergegas ke mushola .   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar